Senin, 19 Januari 2009

Antara Ada dan Tiada

Tentang cita-cita, entah sudah berapa banyak kali aku menulis tentang hal ini. Hitung saja mulai dari SD, pernah beberapa kali diberi tugas karangan tentang cita-cita, saat SMP hingga SMA pun pernah diminta menuliskan atau sekedar ditanyakan tentang cita-cita.
Jadi ingat karangan saat kelas 4. Entah basa-basi apa yang ku tuliskan, hal yang aku ingat hanya kalimat terakhir dari paragraf penutupnya, “Aku ingin menjadi seorang polisi”.
Hahahaha, jika diingat lagi rasanya geli-geli mual. Pantesan saja setelah kalimat terakhir dibacakan saat itu, banyak suara yang nyeletuk “Weits..”, plus dengan wajah sang guru yang cuek sambil bilang “berikutnya”. Seiring berjalannya waktu, saat SMP cita-cita berubah lagi menjadi pemandu wisata atau penerjemah bahasa asing, perkataan asal-asalan tentang karangan cita-cita masa SD sudah terlupakan, malahan jadi tidak begitu menyukai (bahkan hampir alergi, emang bisa ya?) yang menyangkut militer-militeran.
Lain ceritanya di SMA, ingin jadi peneliti di bidang bioteknologi. Sampai hampir selesai kelas 3, masih saja kebayang yang satu ini. Malah sudah pernah ikut tes di salah satu universitas meskipun punya firasat dari awal kalau pada akhir nya tidak diterima, hahahaha. Nah, bersamaan dengan itu, ada keinginan lain untuk dapat masuk di bidang kesehatan di salah satu universitas di Bandung. Sekarang, sudah kuliah di bidang kesehatan itu dan lucunya, sempat terlintas cita-cita baru. Kalau dipikir (ketahuan kurang kerjaan mikirin khayalan,,), cita-cita terus muncul unjuk gigi dan sempat menghasut otak ini agar berkhayal sampai membuatnya tidak mau berpikir tentang yang ada sekarang ini. Deh, kalau begini, ini nama nya berada di atas awan, penipuan terhadap diri sendiri dengan seolah-olah apa yang ada sekarang ini tidak sesuai dengan keinginan dan bukan pilihan diri ini, istilahnya melempar kesalahan untuk membela diri. Padahal apa yang ada sekarang ini kan hasil keputusan pilihan diri sendiri. Oke lah kalau seandainya apa yang ada sekarang ini hasil keinginan orang lain terhadap hidup ini, tetap saja keputusan diri sendiri yang mengijinkan kenyataan sekarang ini ada dengan tidak memenuhi apa yang diri ini sebut dengan keinginan diri sendiri alias tidak mau mengejar cita-cita lalu menyalahkan orang lain ataupun keadaan. Tidak apa-apa, masalah pilihan juga tergantung takdir (deh, paling enak kalau kata “takdir” dah muncul, tiada yang bisa melawan lagi dah,,hahahaha).
Oke dah,,
Terimakasih buat yang sudah baca
^_^

Tidak ada komentar: